Menurut Kantor Berita Internasional Ahlulbait -ABNA- Konferensi internasional dengan tema "Seruan Al-Aqsa" diadakan di Karbala Irak pada 12-15 Agustus 2024, yang dihadiri delegasi dari 70 negara, termasuk delegasi dari Indonesia. Disebutkan konferensi tersebut bertujuan untuk memberikan dukungan dan solidaritas internasional terhadap masalah Palestina dengan mengambil semangat perlawanan dari kebangkitan Imam Husain.
Dr. H. M. Najih Arromadloni, M.A. (akrab disapa Gus Najih) perwakilan dari NU dan Dr. Wachid Ridwan perwakilan dari Muhammadiyah adalah dua tokoh muslim Indonesia yang hadir dalam konferensi ini. Redaksi ABNA berhasil mewancarai di sela-sela kesibukan keduanya. Berikut adalah wawancara ABNA dengan Dr. Wachid Ridwan, pimpinan Universitas Muhammadiyah Malaysia (UMAM) dan wakil ketua Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional PP Muhammadiyah sepulang dari konferensi “Seruan Al-Aqsa” yang digelar di kota Karbala Irak ini:
Dalam rangka apa anda ke Irak?
Keberangkatan saya yang ke Irak ini, untuk mengikuti Konferensi Internasional Pembebasan Palestina. Keberangkatan ini saya mewakili PP Muhammadiyah. Undangan aslinya ditujukan kepada Prof. Haedar Nasir, ketua umum PP Muhammadiyah. Undangan ini sebenarnya yang ketiga. Yang pertama itu di Beirut, saya tidak bisa datang. Sebenarnya Prof. Haedar ingin datang, tetapi beliau berhalangan dan diberikan ke saya, tetapi saya juga berhalangan sehingga mas Fahmi yang hadir waktu itu. Jadi waktu di Beirut, mas Fahmi kira-kira dua tahun lalu. Tahun lalu, saya sendiri yang hadir, digelar di Afrika Selatan, di Johannesburg atau di Joburg terkenalnya. Saya berangkat ke Afrika Selatan, yang konferensinya diadakan di sana. Kemudian yang ketiga, diundang lagi Prof. Haedar, namun karena beliau memiliki banyak kesibukan di dalam negeri, sehingga saya lagi yang diminta mewakili. Dan kali ini saya ditemani oleh Gus Najih dari PB NU.
Kegiatannya berlangsung dari kapan smpai kapan dan di kota mana?
Diadakan di kota Karbala, dari 12-15 Agustus 2024. Namun beberapa agenda juga diadakan di kota lain seperti di Bagdad dan Najaf. Setahu saya yang hadir di Karbala sampai 70 negara, kalau di Afrika Selatan dihadiri oleh perwakilan dari 60 negara.
Apa yang dibicarakan dalam pertemuan ini?
Ini adalah Konferensi Internasional Pembebasan Palestina kedua yang saya ikuti. Topiknya memang berbeda, tetapi isu dalam konferensi internasional ini sama, yaitu bagaimana membebaskan Palestina dari Zionis Israel. Topik yang kita bawa yang di Karbala, Irak, adalah pembebasan Al-Aqsa. Perlu kita kasih catatan tebal, bahwa isu yang dibawa setiap konferensi internasional ini, spiritnya sama. Bagaimana kita mengambil spirit atau ruh perjuangan dari para pembesar atau tokoh sejarah. Sewaktu di Johannesburg itu kita mengambil spirit dan ketokohan dari Nelson Mandela, bagaimana Nelson Mandela ini membebaskan Afrikan Selatan dan rakyatnya dari Apartheid. Kemudian yang pertemuan kali ini mengambil spririt dari perjuangan Sayidina Husain. Jadi selalu dihadirkan ruh perjuangan yang lain untuk pembebasan Palestina. Selain itu juga tetap ada topik-topik lain yang dibicarakan selain isu Palestina.
Ada tiga tema besar. Yaitu bagaimana mencari solusi dan strategi dari komunitas internasional untuk menyelesaikan permasalahan Palestina ini. Bagaimana pembebasan dengan damai bisa diwujudkan. Kedua, gerakan-gerakan media. Bagaimana engagement media, bagaimana media bisa berperan untuk menciptakan situasi yang sejuk dan proporsoional, tidak boleh ada berita-berita hoax dan jurnalis-jurnalis jangan sampai jadi target korban dalam perang.
Tema ketiga. Bagaimana spirit Imam Husain menginspirasi para aktivis pembebasan Palestina. Saya sendiri mendapat kesempatan berbicara di podium pada sesi penutupan, dan saya memperkenalkan Muhammadiyah dan kerja-kerja kita. Terutama bantuan kemanusiaan ke Palestina dari pemerintah dan rakyat Indonesia. Saya berharap agar konferensi berikutnya di adakan di Indonesia dengan mengambil spirit dari semangat anti penjajahan Bung Karno. Dalam salah satu pidatonya ia pernah mengatakan, kemerdekaan Indonesia belum tercapai sepenuhnya sebelum Palestina merdeka. Sudah semestinya spirit-spirit seperti ini dibincangkan kembali untuk menjadi inspirasi lebih luas.
Menurut anda, apa memang pertemuan seperti ini diperlukan dan apa dampaknya bagi dunia Islam?
Sebagaimana keilmuan saya, saya doktor di hubungan internasional, saya yakin konferensi yang membawa isu pembebasan Palestina dan perdamaian dunia di dalamnya memiliki dampak positif dan memberi harapan yang cerah bagi perdamaian dunia di masa depan. Masalah Palestina-Israel ini, memang isu yang sangat pelik, namun ketika kita sering duduk bersama membahasnya, maka akan ditemukan solusi untuk keluar dari situasi ini.
Dampak yang muncul dari pertemuan ini, impactnya sangat besar, tidak hanya dari para peserta yang hadir, tetapi juga gerbong yang dibawa oleh para partisipan. Ada yang datang dari Gambia seorang imam besar, ada saya dari PP Muhammadiyah, dan PP Muhammadiyah tahu kehadiran saya disni, begitu juga dengan Gus Najih, dari PB NU, ada dari australia, dari Irlandia, ada dari AS, jadi para peserta ini tidak datang seorang diri melainkan ada bersamanya gerbong-gerbong besar di belakang para peserta tadi. Jadi dari situ, saya yakin, insya Allah ada impact yang besar, tidak hanya buat dunia internasional secara global, tapi juga kita dapat memberi support ke diaspora palestina, bahwa mereka tidak sendiri, ada banyak yang diantara kita ini, para aktivis-aktivis pejuang dan pembebasan. Melalui pertemuan-pertemuan seperti ini, saya jadi memiliki kolega Palestina. Sehingga mampu mengetahui perkembangan terkini mengenai Gaza dengan menghubungi mereka langsung.
Bagaimana tanggapan anda terhadap Irak dan pelaksanaan konferensi ini?
Begitu saya tiba di Bagdad, saya begitu terharu. Ada kesedihan yang tiba-tiba menyerang saya menyaksikan kota yang dulu pernah menjadi simbol keemasan bagi peradaban islam ini. Irak adalah bangsa besar dengan negara yang begitu masyhur pada masa keemasan masa Islam. Situasinya terpuruk setelah Perang Teluk, kemudian pasca serangan AS tahun 2003. Betapa banyak penemu, imam-imam, cendekiawan islam, yang lahir di Irak. Negara ini yang dikenal dengan Mesopotamia dulu sangat banyak meninggalkan jejak-jejak kebesaran. Dengan seluruh peserta, kami mengunjungi situs-situs bersejaran itu. Kami ke makam Imam Ali di Najaf, ke makam Imam Husain di Karbala, ke makam Imam Abu Hanifah dan Syaikh Abdul Qadir Jailani di Bagdad dan beberapa situs bersejarah lainnya. Menurut saya ini pengalaman yang luar biasa,
Saya kerap mengikuti konferensi internasional ke beberapa negara, ke Amerika ke Eropa, namun ke tanah arab ini, benar-benar memiliki sesuatu yang unik dan istimewa. Menariknya, baik konferensi yang di Lebanon maupun di yang di Irak ini, diantara panitia kegiatannya adalah diaspora palestina. Saya benar-benar menikmati, meresapi, dan mendapatkan insight yang banyak, atmosfer-atmosfer konferensi dengan agenda sangat padat, namun sangat bermakna. Saya tidak pernah mendapatkan momen-momen konferensi internasional semacam ini sebelumnya.
Apa pesan anda terhadap masyarakat muslim Indonesia terkait persatuan Islam dan pmbelaaan palestina?
Pesan saya dari dulu, nada dan kontennya tetap sama bahwa Sunni-Syiah tidak bisa dilepaskan. Keduanya mewarnai perjalanan Islam sepanjang sejarah. Menurut pengamatan saya, kalau di Timur Tengah, isu Sunni-Syiah itu isu politik, isu perebutan kekuasaan. Namun di Indonesia, isu Sunni-Syiah malah berubah menjadi isu agama. Isu-isu yang beredar, bahwa Syiah itu bukan Islam, Al-Qur’annya beda, salawatnya beda dan lain-lain, padahal sama saja. Kami dari Muhammadiyah telah dari dulu aktif mendorong persatuan Islam, termasuk aktif dalam Majma Taqrib Mazahib (lembaga pendekatan antar mazhab). Dari pada mencari titik perbedaan, sebaiknya kita aktif membuka diskursus wacana untuk saling memahami secara akademis. Perbedan-perbedaan yang ada biarlah menjadi khazanah kekayaan kita. Bukankah juga terdapat perbedaan antara NU dan Muhammadiyah misalnya, namun kita tetap bersaudara dan berjuang bersama.
Terkait pesan persatuan Islam dan pembelaan palestina. sepatutnya aktivitas mempertentangkan Sunni dan Syiah itu tidak perlu terjadi. Di Timur Tengah isu-isu perbedaan teologis antara Sunni dan Syiah tidak pernah dipertentangkan. Mereka bisa hidup harmonis dan berdampingan dengan perbedaan-perbedaan yang mereka miliki. Begitupun yang kami rasakan saat berada di tengah-tengah konferensi. Di antara sedemikian banyak perbedaan yang dimiliki di antara peserta yang datang dari berbagai latar belakang dan mazhab yang berbeda, namun tidak ada yang saling menghina, saling menyudutkan dan sebagainya, sebab kita semua paham, bahwa konferensi ini membawa angin segar untuk perubahan perjuangan Palestina.