Kantor berita Amerika Serikat, dalam laporannya menyoroti kondisi menyedihkan kemiskinan di Turki, dan dampaknya bagi anak-anak. Anak-anak miskin tak bisa sekolah, dan untuk bertahan hidup terpaksa memulung sampah.

26 Desember 2024 - 19:27
Laporan AP soal Nasib Pekerja Anak Turki; 2 Juta Anak di Bawah Garis Kemiskinan

Associated Press, Rabu (25/12/2024) melaporkan, anloknya nilai mata uang Turki, dan kebijakan-kebijakan ekonomi non-konvensional yang diterapkan Presiden Recep Tayyip Erdogan, telah menaikkan inflasi secara tajam di Turki.

Sebagian besar keluarga di Turki, saat ini mengalami kesulitan untuk membayar biaya makanan, dan rumah, dan anak-anak terpaksa bekerja untuk membantu keluarga mereka.

Laporan bersama UNICEF, dan Institut Statistik Turki, TURKSTAT, menunjukkan bahwa pada tahun 2023 sekitar tujuh juta dari 22 juta anak di negara itu hidup dalam kemiskinan.

Associated Press menjelaskan, anak-anak Turki, bersama orang tua mereka mencari plastik di tempat-tempat sampah untuk dijual, dan memperoleh sedikit penghasilan bagi keluarga.

Keluarga-keluarga di Turki, bekerja untuk membayar sewa rumah, tagihan-tagihan listrik, dan pengeluaran-pengeluaran kebutuhan pokok lainnya, serta kesulitan untuk membeli pakaian, buku, dan sepatu anak-anak mereka.

Menurut Associated Press, Turki, di arena internasional menunjukkan diri sebagai negara adikuasa dan berpengaruh dengan ekonomi yang kokoh, dan menjadi tujuan investasi menarik bagi para investor dunia, padahal gambaran pekerja anak di negara ini, dan kesibukan keluarga Turki di tempat-tempat sampah, bertolak belakang dengan klaim pemerintah Erdogan.

Erdogan yang sejak 20 tahun lalu berkuasa di Turki, membela program-program sosial yang diusung partainya, dan mengklaim era pelarangan, penumpasan, perampasan, dan kemiskinan di negara sudah selesai.

Presiden Turki dalam pidatonya di pertemuan Kelompok G20 bulan November 2024 mengaku, sistem jaminan sosial Turki, adalah salah satu sistem jaminan sosial yang paling komprehensif dan menyeluruh di dunia, dan Ankara akan melanjutkan program ini sampai kemiskinan tercerabut total di negara ini.

Di sisi lain, sebuah keluarga Turki dengan empat anggota menerima bantuan 170 dolar dari pemerintah, namun uang tersebut semuanya hanya bisa digunakan untuk membayar sewa rumah, dan anak-anak tidak mendapat manfaat dari uang itu.

Laporan Associated Press, menjelaskan, rakyat Turki, meyakini bahwa inflasi nyata di negara ini sangat tinggi daripada data resmi yang diumumkan pemerintah, dan bantuan-bantuan pemerintah terhadap lapisan masyarakat berpendapatan rendah, sama sekali tidak dirasakan manfaatnya dalam kehidupan mereka.

Para pengamat mengakui bahwa bantuan-bantuan pemerintah Turki kepada jutaan warga yang membutuhkan, tidak cukup, dan sebagian besar orang tua terpaksa harus memilih salah satu, membeli baju untuk anak atau membayar sewa rumah.

Sebagian keluarga Turki, bahkan di hadapkan pada dua pilihan, menyekolahkan anak-anak mereka atau mempekerjakan mereka sehingga dapat menambah penghasilan bagi keluarga.

Salah satu peneliti dan aktivis pengentasan kemiskinan mengatakan, Turki, sedang mendidik sebuah generasi yang terbakar yang terpaksa meninggalkan bangku sekolah atau ikut serta dalam program-program yang menyibukkan mereka selama empat hari dalam seminggu, dan hanya belajar sehari. Kelompok anak-anak ini mendapatkan sedikit bagian dari upah minimum pemerintah.

Menurut peneliti ini, dua juta anak Turki, hidup dalam kemiskinan absolut, dan program “Belajar Sambil Bekerja” yang dibuat untuk anak-anak negara ini, bukan program pendidikan, tapi kenyataannya adalah program untuk merekrut tenaga kerja murah.

Anak-anak Turki, yang tidak sempat mencicipi pendidikan di tahun-tahun awal kehidupannya, kemungkinan besar, dari sisi jasmani dan pendidikan, tidak mengalami pertumbuhan, dan seumur hidupnya akan terbelakang. (HS)